Minggu, 16 September 2012

Perahu Kertas


Suasana disini begitu melenakan. Pikiranku melayang entah kemana, kedunia yang aku tak pernah tahu. Membayangkan sosok yang dulu ada dikepalaku, dan sampai kini. Lama sudah dia pergi jauh untuk suatu perjuangan hidupnya. Aku rindu sekali. Rindu ini menggantung, bergelayut direlung-relung gelap nan sepi tanpanya.

Disini, aku dan dia dulu saling bercerita tentang hidup. Bercerita tentang mimpi dan cita-cita yang tumbuh seiring waktu. Disini pula ada sejuta memory terkenang, memory masa kecil yang begitu polos. Hanya ada keceriaan tanpa beban dan gelak tawa yang memecah hening kesunyian. Aku dan kamu tumbuh bersama dalam cinta monyet yang menggemaskan. Memang tak pernah aku ataupun kamu merasa getaran cinta saat bersama. Tapi naluri selalu spontan mencari atas ketidakhadiran satu sama lain.

Sungai kecil ini yang menjadi saksi cerita kita. Sungai ini yang merelakan tempat untuk skenario dongeng masa kecil kita. Disini masih sama seperti dulu. Sungai kecil dengan rumput rimbun segar ditepi dan air jernih mengalir. Pernah dalam hati kita bertanya-tanya “Kemana air itu akan bermuara?”. Tapi tak pernah ada jawaban dalam mulut kita. Tapi, dalam hati aku tahu, bahwa kita telah saling tahu jawabannya, meski kita tak pernah saling memberi tahu. Masih jelas terekam dimemory ku, saat dia pergi untuk mengejar cita-cita. Disisi lain dari ujung dunia dia mengejar, berlari. Sedang aku harus tetap disini. Ingin sekali kukejar mimpiku bersama nya. Tapi bumi melarangku. Padahal dulu kami pernah mimpi bersama dan berjanji mewujudkan semua dengan beriring tangan. Tapi kuterima saja yang telah tersurat. Aku hanya bisa berdoa untuk dia yang berjuang untuk mimpinya.

Sepuluh musim telah berganti. Rindu-rindu yang kurasa menumpuk semakin keras dan mengerak. Kapan dia akan kembali? Akan kah dia kembali? Aku terus menunggu dalm hari-hari bersemi cerah. Bersama lembar-lembar yang kusulap menjadi sebentuk lain. Origami ini selalu tercipta untuk kukembalikan pada aliran tempat kita bertanya dulu. Kadang akupun ingin mengungkapkan semua rinduku dan menyampaikannya bersama dia yang terbawa arus tenang. Kutulis semua rasa rinduku pada sekeping lembaran. Kulepaskan bersama alirannya. Sering pula aku berbisik “Tolong bawa pesan ini padanya, sampaikan semuanya, aku tau arus yang kau tumpangi akan membawamu padanya. Aku modhon ya. Katakan, aku rindu dia”. Perahu demi perahu aku aruskan. Kuberharap dapat bermuara padamu. Tapi kadang aku pesimis dan terus bertanya cemas. Apakah perahu-perahuku akan kuat melawan arus? Aku terus berdoa untuk kekuatan perahu-perahu kertasku. Aku berharap mereka sampai pada titiksentuh kakimu. Agar kau dapat membaca semua rasaku. Dan segera pulang untuk melihat putihnya kulit yang lama tak terjamah matahari mu. Aku rindu….sangat rindu. Kuharap semua pesan oleh perahu kertasku dapat sampai pada matamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar