Suasana disini
begitu melenakan. Pikiranku melayang entah kemana, kedunia yang aku tak pernah
tahu. Membayangkan sosok yang dulu ada dikepalaku, dan sampai kini. Lama sudah
dia pergi jauh untuk suatu perjuangan hidupnya. Aku rindu sekali. Rindu ini
menggantung, bergelayut direlung-relung gelap nan sepi tanpanya.
Disini, aku dan
dia dulu saling bercerita tentang hidup. Bercerita tentang mimpi dan cita-cita
yang tumbuh seiring waktu. Disini pula ada sejuta memory terkenang, memory masa
kecil yang begitu polos. Hanya ada keceriaan tanpa beban dan gelak tawa yang
memecah hening kesunyian. Aku dan kamu tumbuh bersama dalam cinta monyet yang
menggemaskan. Memang tak pernah aku ataupun kamu merasa getaran cinta saat
bersama. Tapi naluri selalu spontan mencari atas ketidakhadiran satu sama lain.
Sungai kecil ini
yang menjadi saksi cerita kita. Sungai ini yang merelakan tempat untuk skenario
dongeng masa kecil kita. Disini masih sama seperti dulu. Sungai kecil dengan
rumput rimbun segar ditepi dan air jernih mengalir. Pernah dalam hati kita
bertanya-tanya “Kemana air itu akan bermuara?”. Tapi tak pernah ada jawaban
dalam mulut kita. Tapi, dalam hati aku tahu, bahwa kita telah saling tahu
jawabannya, meski kita tak pernah saling memberi tahu. Masih jelas terekam dimemory
ku, saat dia pergi untuk mengejar cita-cita. Disisi lain dari ujung dunia dia
mengejar, berlari. Sedang aku harus tetap disini. Ingin sekali kukejar mimpiku
bersama nya. Tapi bumi melarangku. Padahal dulu kami pernah mimpi bersama dan
berjanji mewujudkan semua dengan beriring tangan. Tapi kuterima saja yang telah
tersurat. Aku hanya bisa berdoa untuk dia yang berjuang untuk mimpinya.
Sepuluh musim
telah berganti. Rindu-rindu yang kurasa menumpuk semakin keras dan mengerak. Kapan dia akan kembali? Akan kah dia kembali?
Aku terus menunggu dalm hari-hari bersemi cerah. Bersama lembar-lembar yang
kusulap menjadi sebentuk lain. Origami ini selalu tercipta untuk kukembalikan
pada aliran tempat kita bertanya dulu. Kadang akupun ingin mengungkapkan semua
rinduku dan menyampaikannya bersama dia yang terbawa arus tenang. Kutulis semua
rasa rinduku pada sekeping lembaran. Kulepaskan bersama alirannya. Sering pula
aku berbisik “Tolong bawa pesan ini padanya, sampaikan semuanya, aku tau arus
yang kau tumpangi akan membawamu padanya. Aku modhon ya. Katakan, aku rindu
dia”. Perahu demi perahu aku aruskan. Kuberharap dapat bermuara padamu. Tapi
kadang aku pesimis dan terus bertanya cemas. Apakah perahu-perahuku akan kuat
melawan arus? Aku terus berdoa untuk kekuatan perahu-perahu kertasku. Aku
berharap mereka sampai pada titiksentuh kakimu. Agar kau dapat membaca semua
rasaku. Dan segera pulang untuk melihat putihnya kulit yang lama tak terjamah
matahari mu. Aku rindu….sangat rindu. Kuharap semua pesan oleh perahu kertasku
dapat sampai pada matamu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar