Rabu, 22 Agustus 2012

Kutemukan Serpihan Hidupku pada Secangkir Kopi


Seperti minggu-minggu yang telah kuhabiskan disini, dimeja yang sama. Secangkir kehangatan yang selalu menemani kesendirianku. Secangkir kehangatan hitam pekat yang aromanya dapat menghipnotisku. Ini semacam candu yang selalu aku butuhkan untuk meredakan kerumitan yang tak kumengerti. Kerumitan yang hadir saat makhluk tanpa rasa dosa itu pergi dan merubah semua hidupku, menyedot dan mengambil semua kebahagiaan serta semangat keceriaanku. Aku telah habiskan waktu berminggu-minggu untuk menangisi kepergian makhluk yang menurutku sempurna dan mampu melengkapiku. Makhluk yang tanpa alasan jelas meninggalkan ku. Dan hanya meninggalkan puing-puing putus asa. Tak ayal, aku terus membanjiri wajahku dengan airmata yang tak henti keluar. Biasanya, setelah aku kedinginan oleh tangis airmata, aku mulai rindu kehangatan dari kedai kopi ini.hatikupun serasa ,ati rasa pada setiap hati laki-laki. Yang aku inginkan hanya makhluk tanpa rasa dosa itu. Sungguh aku telah dibuat bodoh olehnya.

Dimeja yang selalu sama, lagi-lagi aku duduk disini. Pemilik kedai ini sampai hafal. Bahkan aku selalu memesan kopi yang sama. Dan kini telah siap secangkir kopi yang menjadi teman jenuhku. Dari balik kaca jendela terlihat rintik gerimis hujan. Sebagian lagi telah mengembun pada diniding kaca karena perbedaan suhu yang terjadi antara diluar kedai yang dingin dan didalam kedai yang hangat. Suasana ini mampu menambah kemurungan. Tak lama kemudian hujan pun turun cukup deras. Dingin yang amat terlalu berpindah memenuhi ruang kedai karena kehangatannya tidak dapat mengimbangi dingin diluar kedai. Kugenggam cangkir kopiku yang telah hangat. Kuhirup hitam pekat yang untuk bermaksud menyalurkan kehangatan lebih cepat kedalam tubuhku. Sepertinya hujan semakin deras dan akan berlangsung lama. Oh... Tuhan.... kenapa tiba-tiba aku merasakan tidak dapat menahan airmataku. Kapan aku bersedih? Sepertinya aku tadi mulai melupakan kesedihanku sejenak. Akhirnya meluncur juga beberapa tetes airmataku. Kupalingkan wajahku pada kaca kedai yang memburam terkena derasnya hujan. Aku tak ingin orang lain mengetahuinya. Untung saja tangisku tak berlanjut. Hujan deras ini membuatku bosan. Selalu menyuguhkan suasana  sembab. Mulai ku topangkan daguku ditangan kananku.

Dari kejauhan kutangkap bayangan buram yang sepertinya menuju kedai kopi ini. Siapa yang peduli? Aku kembali dalam kemurunganku. Aku tak ingin memikirkan siapapun saat ini. Karena yang ada hanya bayangan makhluk tanpa rasa dosa itu. Atau hanya ingin mengosongkan pikiranku. Tiba-tiba pintu kedai terbuka. Seluruh pengunjung kedai termasuk pemilik kedai pun menoleh kearah pintu. Leherku pun tergoda pula untuk menoleh. Sesosok makhluk berwajah tenang yang kini tengah mengibaskan mantel dinginnya. Dilipatnya matel itu dan melingkarkannya pada lengan kirinya. Aku hanya meliriknya. Dia menuju meja kosong dan memesan secangkir kehangatan. Dia menoleh kepadaku. Cepat-cepat kupalingkan wajahku. Siapa yang peduli lagi?tak lama kemudian hujan reda dan kutinggalkan kedai kopi ini.

Berminggu-minggu, setiap akhir pekan kulihat laki-laki itu selalu datang ke kedai kopi ini. Dan selalu dimeja sama yang selalu dia tempati. Aku pun semakin tak peduli dengannya. Hingga akhirnya pada hari iu dia mengahmpiri mejaku. DAN.................. Semua merubah hariku sejak itu....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar