Seperti minggu-minggu
yang telah kuhabiskan disini, dimeja yang sama. Secangkir kehangatan yang
selalu menemani kesendirianku. Secangkir kehangatan hitam pekat yang aromanya
dapat menghipnotisku. Ini semacam candu yang selalu aku butuhkan untuk
meredakan kerumitan yang tak kumengerti. Kerumitan yang hadir saat makhluk
tanpa rasa dosa itu pergi dan merubah semua hidupku, menyedot dan mengambil
semua kebahagiaan serta semangat keceriaanku. Aku telah habiskan waktu
berminggu-minggu untuk menangisi kepergian makhluk yang menurutku sempurna dan
mampu melengkapiku. Makhluk yang tanpa alasan jelas meninggalkan ku. Dan hanya
meninggalkan puing-puing putus asa. Tak ayal, aku terus membanjiri wajahku
dengan airmata yang tak henti keluar. Biasanya, setelah aku kedinginan oleh
tangis airmata, aku mulai rindu kehangatan dari kedai kopi ini.hatikupun serasa
,ati rasa pada setiap hati laki-laki. Yang aku inginkan hanya makhluk tanpa
rasa dosa itu. Sungguh aku telah dibuat bodoh olehnya.
Dimeja yang selalu sama,
lagi-lagi aku duduk disini. Pemilik kedai ini sampai hafal. Bahkan aku selalu
memesan kopi yang sama. Dan kini telah siap secangkir kopi yang menjadi teman
jenuhku. Dari balik kaca jendela terlihat rintik gerimis hujan. Sebagian lagi
telah mengembun pada diniding kaca karena perbedaan suhu yang terjadi antara
diluar kedai yang dingin dan didalam kedai yang hangat. Suasana ini mampu
menambah kemurungan. Tak lama kemudian hujan pun turun cukup deras. Dingin yang
amat terlalu berpindah memenuhi ruang kedai karena kehangatannya tidak dapat
mengimbangi dingin diluar kedai. Kugenggam cangkir kopiku yang telah hangat. Kuhirup
hitam pekat yang untuk bermaksud menyalurkan kehangatan lebih cepat kedalam
tubuhku. Sepertinya hujan semakin deras dan akan berlangsung lama. Oh... Tuhan....
kenapa tiba-tiba aku merasakan tidak dapat menahan airmataku. Kapan aku
bersedih? Sepertinya aku tadi mulai melupakan kesedihanku sejenak. Akhirnya
meluncur juga beberapa tetes airmataku. Kupalingkan wajahku pada kaca kedai
yang memburam terkena derasnya hujan. Aku tak ingin orang lain mengetahuinya.
Untung saja tangisku tak berlanjut. Hujan deras ini membuatku bosan. Selalu
menyuguhkan suasana sembab. Mulai ku
topangkan daguku ditangan kananku.
Dari kejauhan kutangkap
bayangan buram yang sepertinya menuju kedai kopi ini. Siapa yang peduli? Aku
kembali dalam kemurunganku. Aku tak ingin memikirkan siapapun saat ini. Karena
yang ada hanya bayangan makhluk tanpa rasa dosa itu. Atau hanya ingin
mengosongkan pikiranku. Tiba-tiba pintu kedai terbuka. Seluruh pengunjung kedai
termasuk pemilik kedai pun menoleh kearah pintu. Leherku pun tergoda pula untuk
menoleh. Sesosok makhluk berwajah tenang yang kini tengah mengibaskan mantel
dinginnya. Dilipatnya matel itu dan melingkarkannya pada lengan kirinya. Aku hanya
meliriknya. Dia menuju meja kosong dan memesan secangkir kehangatan. Dia
menoleh kepadaku. Cepat-cepat kupalingkan wajahku. Siapa yang peduli lagi?tak
lama kemudian hujan reda dan kutinggalkan kedai kopi ini.
Berminggu-minggu, setiap
akhir pekan kulihat laki-laki itu selalu datang ke kedai kopi ini. Dan selalu
dimeja sama yang selalu dia tempati. Aku pun semakin tak peduli dengannya.
Hingga akhirnya pada hari iu dia mengahmpiri mejaku. DAN..................
Semua merubah hariku sejak itu....

Tidak ada komentar:
Posting Komentar