Namaku Rachel. Usiaku 15
tahun. Sedah hampir satu bulan ini aku terbaring dirumah sakit. Kondisiku
membatasi kegiatanku. Aku harus Bed Rest total ditempat tidurku. Aku tak
mungkin untuk berdiri maupun berjalan, sekadar untuk duduk tegak pun tidak.
Hanya saja dalam beberapa waktu tubuhku boleh disandarkan dengan mengganjalkan
beberapa bantal dipunggungku. Itupun tidak dalam keadaan duduk yang sempurna.
Sudah sejak dilahirkan aku memiliki jantung yang tidak sempurna. Selama aku
hidup, tak pernah sekalipun dapat bermain lepas, berlari seperti temanku
ataupun terlalu capek. Semua itu akan mempercepat kerja jantungku dan
menyebabkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawaku, hidupku. Setiap hari
aku juga harus minum obat. Aku tak hapal betul sudah berapa ribu pil yang telah
kutelan hanya untuk sekadar mempertahankan hidupku. Tapi aku beruntung masih
dapat menikmati kehidupan layaknya orang sehat lainnya. Aku masih bisa
bersekolah disekolah umum layaknya anak normal seusiaku. Hingga aku memaksakan
semua kegiatan keras itu. Aku jatuh pingsan seketika dan harus tidur di rumah
Sakit ini dalam waktu lama. Kondisiku harus selalu dipantau.
Aku merasakan kebosanan
disini. Sudah hampir 1 bulan aku sendiri diruangan ini, tanpa teman. Hingga
datanglah seorang gadis kecil. Sepertinya dia juga pasien khusus, sama
sepertiku.
“Hai!” Sapaku
“Hai!” Gadis itu
tersenyum
“Panggil aku Kak Rachel.
Nama kamu siapa?”
“Aku Kiky kak. Salam
kenal”
“Iya. Memangnya kamu
sakit apa?”
“Aku mengidap kanker.
Sepertinya aku harus menghabiskan sisa umurku disini. Sudah stadium akhir.
Kecuali bila Tuhan memberi keajaiban. Kalo Kakak sakit apa?”
“Aku kena kerapuhan
jaringan jantung Ky. Sepertinya kita akan melewati banyak waktu bersama
disini.”
“Semoga bisa menjadi
sesama pasien yang bersahabat ya Kak”
Itulah singkat cerita
perkenalanku dengan Kiky. Gadis mungil 10 tahun yang harapan hidupnya tinggah
menghitung waktu. Meski kami sama-sama harus melewati sisa hidu dengan sedikit
aktivitas, tapi kami punya seegudang cerita saat pernah didunia luar. Kami
saling berbagi cerita ketika sore hari.
Tempat tidur Kiky tepat
berada didekat jendela. Berbeda denganku, Kiky masih disanggupkan untuk duduk
meski hanya ditempat tidurnya. Paling tidak kondisi tubuhnya masih sanggup
untuk duduk tegak. Suatu sore aku merasakan kejenuhan dengan cerita
keseharianku selama didunia bebas dulu. Tapi si mungil Kiky tak pernah
kehilangan akal untuk menghiburku. Dia melongok keluar jendela sambil tersenyum
riang. Aku begitu penasaran dengan hal yang membuatnya bahagia. Aku menanyakan
perihal yang membuat Kiky tampak girang. Dan dia mulai bercerita kepadaku
tentang yang dia lihat dari jendela Rumah Sakit setiap sore.
“Diluar jendela sana ada
sebuah kolam yang indah. Ada air mancur, ikan dengan warna-warna cantikpun
berenang tenang. Ditepi kolam ada hamparan kecil tanah berumput hijau yang
menyejukkan mata. Bunga bermahkota
cerahpun ikut menghiasi taman. Beberapa penjaga taman membersihkan daun dan
ranting kering agar taman tetap rapi. Dia juga memotong beberapa tangkai bunga
segar yang indah untuk ditaruh didalam vas bunga. Sungguh sore yang indah
dengan sinar senja jingga yang hangat.”
Begitulah yang selalu
dilakukan Kiky untukku setiap sore. Aku tak erasa bosan ataupun sepi lagi.
Walau aku tak dapat menyaksikan secara langsung yang tampak diluar sana, tapi
aku dapat membayangkan dan melihat semua dari bibir dan mata Kiky. Serasa ada
semangat baru dalam hidupku. Aku senang dengan kehadiran Kiky diruanganku.
Hingga disuatu malam,
keadaan Kiky memburuk secara tiba-tiba. Kudengar tangisan kecil dari ibu Mama
Kiky. Malam itu juga brankar Kiky dipindahkan keruang lain. Aku berharap
keadaannya segera membaik dan dapat segera kembali keruangan ini. Beberapa hari
kutunggu kedatangan Kiky kembali keruangan ini. Merasa tak sabar kutanyakan
semuanya pada perawat yang selalu merawat diruanganku. Terasa disambar petir
kepalaku ketika mendengar kabar bahwa Kiky telah meninggal dua hari yang lalu.
Tubuhku melemah seketika. Mulutku terkunci.
Menjelang sore aku
merasakan kesepian seperti sebelum Kiky datang ke ruangan ini. Biasanya,
sebentar lagi Kiky selalu bersiap bercerita tentang kehidupan bebas diluar
jendela sana dengan riangnya. Kupandang tempat tidur yang dulu ditempati Kiky.
Uhh.......sepi.
Esok siang aku meminta
kepada perawat untuk memindahkanku pada tempat tidur dekat jendela itu. Awalnya
perawat acuh. Tapi setelah aku memohon, akhirnya aku dipindahkan dengan seijin
Mama dan Papa. Sore hari yang kutunggu akhirnya datang juga. Pukul 4 sore,
waktu bercerita yang selalu dipilih Kiky untuk memulai ceritanya. Aku meminta
paksa perawat untuk memposisikanku duduk. Ancamanpun aku andalkan. “Suster,
kalo aku gak boleh duduk sebentar saja, aku akan mogok minum obat selamanya.”
Begitu kataku. Mau tak mau keinginanku dituruti. Aku kini telah senang karena
sebentar lagi dapat melihat keindahan dunia luar dari balik jendela. Aku pun
semakin tak sabar. Perlahan aku mendongakkan kepala keluar jendela. Terkejut
jantungku dan kecewa seketika, ternyata yang terlihat diluar jendela hanyalah
TEMBOK KOSONG.
Kupanggil perawat dan
bertanya tentang Kiky yang dapat melihat pemandangan indah dari luar jendela.
Perawat mengatakan bahwa Kiky sebenarnya buta. Kanker yang menyerangnya telah
mengambil penglihatannya sejak 2 tahun lalu.
“Mungkin Kiky hanya ingin
memberi kamu kegembiraan. Dia pernah berkata bahwa dia ingin membagi
kebahagiaan semasa sisa hidupnya yang tinggal sebentar.” Begitu kata perawat
yang langsung pergi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar