Senin, 27 Agustus 2012

Tak Seorang pun


Aku pernah jatuh cinta. Aku pernah mengagumi seseorang. Aku pernah mengenang dan menyimpan wajah-wajah yang begitu indah. Tapi untuk saat ini, tak seorang pun.
                                            
Aku masih mengingatnya. Ketika aku pertama jatuh cinta. Ketika pertama kali aku tertarik pada anak laki-laki diawal masa pubertas ku. Dia sosok yang tampan, pendiam dan agamis. Tatapan mata dan senyum simpel yang mampu meluluhkanku. Meski aku hanya bisa mengaguminya saja, tanpa bisa mengungkapkan perasaanku. Dia pun tahu aku menyukainya, hanya itu. Dan dia tak pernah mengatakan apapun. Bertahun-tahun kusimpan perasaan ini. Kusimpan wajah manisnya, tatapan tajamnya, senyum simpelnya. Aku masih nemar-benar mengharapkannya saat itu, dalam waktu lama. sempat aku bertemu dengannya didunia maya, meski hanya obrolan biasa. Aku merasa senang untuk pertama kali. Kukira ada kesempatan kecil disana. Tapi ternyata tidak. Aku terlampau jauh berbeda dengannya. Seseorang yang aku kagumi sejak awal SMP, harus berhenti kukenang saat akhir SMA. Aku sadar semua telah percuma. Aku harus berhenti disini. Aku sadar diri. Selamat tinggal cinta pertamaku. Selamat tinggal. Aku memang tak pernah ungkapkan semua kepada siapapun. Tak ada seorang pun yang tahu tentang semua ini.

Bukan hanya cinta pertamaku yang aku kagumi diawal masa pubertasku. Tapi ada sosok lain lagi. Aku mengenalnya tepat satu tahun setelah mengenal cinta pertamaku. Dia sosok imut, pintar, mandiri, tekun, lucu dan juga cuek. Setiap kali kuperhatikan dia. Aku sempat bersapa beberapa waktu lamanya. Aku menikmati setiap obrolan tak langsung dengannya. Ada rasa bahagia dan senyum setiap bersama media dengannya. Meski dia hanya menganggapnya biasa. Aku juga menyimpan dia dimemoryku beberapa waktu lamanya. Tapi harus kuakhiri saat aku mengetahui bahwa dia telah memilih wanita yang menurutnya tepat untuknya. Aku harus mundur. Aku tak menyesali semua. Ini bukan salah siapa-siapa. Aku tak pernah mengatakannya. Karena aku wanita. Aku harus terima semua kenyataan ini. Aku tak pernah menangisi semua. Jujur, tidak sama sekali.

Lalu, aku mengenal seseorang yang pernah ada dalam kehidupan nyataku. Aku mengenalnya melalui media maya. Awal pertama aku bersapa, dia sosok yang ceria, respect,  humoris dan juga realistic. Aku mengaguminya dalam masa berbulan-bulan. Awalnya aku tak yakin akan mendapatkan balasan darinya. Ternyata dia mengungkapkan pula sesuatu yang aku tunggu selama ini. Ternyata semua penantianku tak sia-sia, kekagumanku padanya terus berlanjut. Aku menyayanginya sepenuh hatiku. Tiada hari tanpa kesedihan. Karena dia ada sebagai semangatku. Memang dia tak pernah memberiku semangat. Tapi semangat itu tumbuh dengan sendirinya ketika terbayang wajahnya. Tapi sayangnya, semua itu hanya sementara. Singkat sekali. Sungguh sangat singkat. Dia menghilang dengan tanpa alasan, meninggalkanku tanpa kata perpisahan. Aku tak paham dengan semua ini. Semangatku meredup. Ditambah lagi realita pahit yang harus aku terima. Inilah masa-masa sulitku. Yang tak pernah kuterima, kenapa dia pergi saat aku benar-benar membutuhkannya. Ini benar-benar tak adil. Aku terjatuh dan terjatuh lagi. Berkali-kali hingga aku hampir tak sanggup berdiri. Dengan sekuat tenaga dan penuh paksaan aku mencoba bangkit. Tapi setiap aku ingin bangkit, beban berat seakan bergelayut pada tubuhku. Ingin aku lupa ingatan, agar kenangan ini tak membunuhku secara perlahan.

Lama aku tak dapat bangkit. Hingga dia datang. Sosok biasa saja yang berusaha menuntunku untuk berdiri perlahan. Meski aku sempat berkata menyerah, tapi dia tetap tak berhenti untuk meyakinkanku tetap berusaha berdiri, walau dengan bantuannya. Awalnya memang berat, tapi dia selalu setia merangkulkan lenganku dibahunya. Dia memapah jalan ku. Aku tak merasa apa-apa saat itu. Mungkin aku telah mati akan semua rasa bahagia. Hingga aku candu untuk butuh padanya. Hanya butuh. Hanya ingin ketika kumembutuhkannya. Tapi dia melihat sisi yang menarik dari diriku. Dia meminta hatiku, dengan syarat harus ikhlas. Tapi, demi Tuhan, aku tak pernah memikirkan tentang semua itu. Kukira dia tulus tanpa meminta balasan, apalagi meminta hatiku sebagai imbalannya. Jujur aku tak bisa. Tapi aku tak bisa memaksakan semua keadaan. Tak ingin dia terjatuh karena kebohonganku, kepura-puraanku. Mungkin aku benar-benar telah mati rasa oleh semua keindahan semacam ini, yang menurut semua orang adalah kebahagian yang paling lengkap.

Kini, memang semua perasaan kosong. Tak ada lagi yang kurasa. Mati rasa. Dan tak seorang pun tersimpan di memory ku. Tak seorang pun..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar